Draft Skenario Film (Pendek) - Bagian 3


 
Ini merupakan bagian ketiga dari rangkaian draft skenario atau ide awal untuk film pendek. Sayangnya dalam unggahan kali ini saya belum sempat menyelesaikan skenario utuh dari cerita-cerita yang disematkan di bawah ini. Jadi sebagian besar yang akan anda baca di bawah masih berupa ringkasan/ sinopsis singkat atau logline (yang cukup panjang) dalam istilah penulisan skenario. Saya akan mengupdate artikel ini di kemudian hari dengan tautan skenario yang sudah jadi. Oleh karena itu, mohon pengertiannya.

Tanpa berpanjang lebar lagi, berikut sejumlah cerita yang kelak akan diunggah dalam bentuk skenario jadi.

-------

CITA-CITA = SUPERHERO

DITULIS OLEH: MUHAMMAD RIFKY

Terinspirasi dari beberapa elemen cerita “Weathering with You”, “Kick-ass”, “Slumdog Milionare”, dan “City of God.” 

Arjuna, bocah Sekolah Dasar (SD), tengah berjalan pulang sekolah sendirian ketika dia melhat sebuah bungkusan aneh di pinggir jalan. Dia membuka bungkusan tersebut dan mendapati sebuah pistol rakitan lengkap dengan pelurunya. Arjuna membawa pulang bungkusan berisi pistol tersebut.

Di rumah, Arjuna menyaksikan tayangan berita bahwa polisi telah berhasil menangkap buronan perampokan bersenjata yang bersembunyi di lingkungannya. Arjuna yakin bahwa pistol yang ditemukannya merupakan milik pelaku. Dia awalnya tidak tahu apa yang akan dilakukannya dengan pistol tersebut. Tapi kemudian dia terinspirasi dengan poster-poster dan mainan-mainan superhero yang mengisi tiap sudut kamarnya. Arjuna memutuskan menyimpan pistol.

Keesokan harinya, Arjuna menemukan bangunan ruko terbengkalai yang dipakainya untuk menyembunyikan pistol. Arjuna mencoba berpose layaknya superhero dan koboi di film-film dengan pistol di genggamannya. Ada kebanggaan muncul dalam dirinya. Sayangnya, Arjuna belum memahami cara menggunakan pistol atau menarik pelatuk.

Di sekolah, Arjuna yang kebingungan bertanya kepada salah seorang temannya apakah dia bisa mengajarinya cara menembak setelah mendengar percakapan mereka tentang “AK-47, SS-1, Dragunov, dan sebangsanya.” Arjuna lalu diajak ke Warnet dan bermain game First-Person Shooter (FPS) online oleh teman-temannya. Arjuna mendapat ‘pengalaman langsung’ tentang cara menembak dan memakai berbagai senjata api, termasuk pistol.

Selama beberapa hari setelah pulang sekolah, Arjuna menyempatkan diri ‘berlatih’ di Warnet. Selain ‘latihan menembak’, Arjuna juga mulai memikirkan identitas “superhero”-nya. Dia mulai menggambar, mendesain dan menulis nama-nama superhero impiannya di buku tulis sekolah.

Suatu hari, beberapa orang kakak kelas terlihat tengah melakukan perundungan (bullying) kepada salah seorang teman Arjuna di jalan sepulang sekolah. Arjuna berusaha menyelamatkannya, namun malah ikut menjadi korban perundungan dan dihajar hingga babak belur.

Sesampainya di rumah, Arjuna disambut oleh Ibu dan beberapa pria yang mengaku berasal dari kepolisian. Ibu bertanya kenapa Arjuna bisa sampai babak belur. Arjuna menjelaskan apa yang telah terjadi lalu bertanya apa keperluan polisi ke rumah. Polisi tengah menghimbau masyarakat di lingkungan sekitar untuk melapor bila mengetahui atau menemukan barang bukti (pistol) pelaku perampokan yang ditangkap beberapa waktu lalu.

dst.


LOGLINE:
Seorang anak kecil menemukan pistol rakitan yang dipakainya untuk berlagak layaknya superhero-superhero panutannya namun berujung tragedi.

 

BELATI MENIKAM DALAM GELAP 
DITULIS OLEH: MUHAMMAD RIFKY 
Cerita dimulai ketika jam kuliah hampir berakhir. Dosen memberi tahu mahasiswanya tentang jadwal ujian akhir yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Banyak mahasiswa tidak segan-segan mengutarakan kekecewaan mereka, termasuk diantaranya tiga orang sahabat; Wahyu, Roro, dan Tama.
Wahyu, Roro, dan Tama makan siang di kantin. Tama dan Roro merupakan sepasang kekasih, sedangkan Wahyu merupakan sahabat baik keduanya. Tama berasal dari keluarga kaya, sementara Wahyu berasal dari kalangan menengah ke bawah. Perbedaan status sosial ini terlihat dari makanan mereka: Wahyu menyantap gado-gado yang dijual di kantin; Tama dan Roro memesan fast foods (burger/ spagetti) dan minuman boba tea yang sedang populer via jasa antar. Wahyu sibuk melahap makanannya, sedangkan Tama dan Roro bermesraan di hadapannya.
Roro membuka percakapan. Dia mengeluhkan ujian ‘dadakan’ dan persiapan belajarnya yang minim. Ketiga sahabat itu tidak begitu pandai. Wahyu menyindir bahwa dia bisa mendapat nilai lebih tinggi daripada Tama dan Roro. Tama menantang Wahyu untuk membuktikan ucapannya. Tama mempertaruhkan Iphone terbaru yang sudah dipesannya (pre-order). Awalnya Wahyu ragu menanggapi taruhan tersebut, namun Roro malah memancingnya dengan menyebut Wahyu penakut. Wahyu akhirnya menyetujui taruhan lalu bergegas pergi. Roro mulai khawatir melihat kepercayaan diri Wahyu. Tama mencoba menenangkan kekasihnya dan mengatakan dia memiliki rencana.
Sehari sebelum ujian, Wahyu tengah membantu membawa sejumlah material dan perlengkapan ke ruangan Dosen. Dia menguping pembicaraan antara Dosen dan Staff lain terkait ujian besok. Staff menyerahkan setumpuk kertas (kemungkinan fotokopi soal ujian) yang lalu disimpan Dosen di laci mejanya.
Tama menyergap Wahyu yang baru keluar dari ruangan dosen. Tama mencoba membuat Wahyu mundur dari taruhan, namun malah berbalik memanasinya. Wahyu bersumpah untuk memenangkan taruhan lalu beranjak pergi. Tama memutuskan memakai rencana cadangan.
Malamnya, Wahyu yang sedari sore bersembunyi di dalam WC kampus menyelinap menuju ruangan dosen. Dosen baru beranjak pulang dan mengunci pintu ruangan. Dosen berpapasan dengan Satpam kampus, sementara Wahyu memantau dari kejauhan. Dosen berpamitan dengan Satpam. Wahyu menunggu hingga patroli satpam lewat dan menjalankan aksinya menerobos masuk ruangan dosen dan mencuri lembar soal ujian.
Dst.

LOGLINE:
Dua sahabat bertaruh dan mencoba menang dengan segala cara meski itu berarti melakukan tindakan kriminal yang mungkin memakan korban. 

APA YANG SEBENARNYA TERJADI DALAM PEMBUATAN FILM?

DITULIS OLEH: MUHAMMAD RIFKY

Terinspirasi dari sejumlah film dan kisah, beberapa diantaranya: Adaptation., 8 ½, Virgin Suicides hingga An Elephant Sitting Still (& kabar kematian sutradaranya – Hu Bo). 

HARUN (22) menunggu gilirannya menyampaikan presentasi. Dia gugup. Ketika namanya dipanggil Harun mulai menyampaikan Presentasi bagaimana pendekatannya mengadaptasi skenario buatan ASIYA (22) – sebuah kisah cinta dan tragedi modern berdasarkan mitologi Yunani kuno, Cupid & Psyche. MUSA (23), yang mendapat giliran presentasi duluan, memperhatikan dengan seksama.

Selesai presentasi, Harun dan Musa menunggu di luar ruangan kelas. Rekan-rekan mahasiswa dan dosen-dosen tengah bermusyawarah/ mengambil suara memilih siapa yang layak ditunjuk menjadi sutradara Tugas Akhir akademi film tahun ini. Skenario sudah ditentukan melalui sayembara dan dimenangkan oleh Asiya. Kru dan pemain sudah ditentukan melalui program peminatan/ penjurusan. Yang tersisa tinggal Sutradara – Kepala Proyek – yang diperebutkan Harun dan Musa.

Harun yang gusar terus berjalan di tempat, sementara Musa yang tenang duduk santai di bangku panjang di lorong. Harun bersikeras bahwa dia Ingin memenangkan posisi sutradara karena merasa menemukan kecocokan setelah membaca skenario Asiya. Dia telah belajar keras bertahun-tahun untuk mencapai titik ini, meski tidak memiliki pengalaman atau sumber daya (uang) untuk membuat film. Sedangkan Musa, seorang pemuda kosmopolitan, merupakan anak Direktur salah satu stasiun TV Nasional dan memiliki bertahun-tahun pengalaman sebagai aktor cilik; Presenter (MC); Model; hingga Bisnis Startup; sebelum sang Ayah mendesaknya mengikuti pendidikan akademi film almamater lamanya. Masa depan Musa sudah terjamin, sedangkan Harun harus mulai membangun fortofolio melalui film Tugas Akhir.

Keduanya dipanggil masuk. Hasilnya sudah keluar. Musa ditunjuk sebagai sutradara berdasarkan kredibilitas dan prefensi Dosen, sedangkan Harun ditunjuk menjadi Assistant Director (AD). Teman-teman memberi ucapan selamat kepada Musa. Harun sangat kecewa, namun tidak langsung ditunjukkannya. Asiya memberi ucapan selamat kepada Musa dan menyemangati Harun.

Sebagai AD, Harun sibuk mengurusi segala persiapan pra-produksi hingga produksi, mulai dari: berkonsultasi dengan penulis skenario (Asiya); berkoordinasi dengan Art Departement; Lighting; Sound; Editor; Pemain; menyusun rencana syuting; jadwal hingga Budget. Sedangkan Musa memiliki kesibukan lain (Presenter, Model, dll.) yang tidak dapat ditinggalkan. Harun yang “patah arang” mengerjakan semua tugas hanya karena merasa harus memenuhi tanggung jawabnya saja. Dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setelah filmnya selesai, seperti tokoh utama dalam cerita tersebut. Harun keceplosan mengutarakan rencana ini dengan memakai analogi ending film “Virgin Suicides” kepada Asiya. Asiya merasa khawatir.

Dst.

LOGLINE:
Seorang mahasiswa Akademi Film mengalami depresi dan berdelusi seiring proses produksi film pendek Tugas Akhir (TA) yang menentukan akhir hidupnya, apakah berujung bahagia atau sedih.

 

MAWAR DI BALIK KACA

DITULIS OLEH: MUHAMMAD RIFKY 

Seorang novelis ternama, RIZAL (30) tinggal di gedung apartemen bertingkat tepat di lantai 17. Apartemennya terkesan modern dengan kaca-kaca jendela besar yang menghadap langsung ke jalan raya dan kesan industrialis pada furniturnya. Rizal tengah berdebat melalui telepon dengan manajer/ agennya. Sang agen membuat kesepekatan kerja tanpa sepengetahuannya: sebuah cerita bersambung di kolom surat kabar nasional. Rizal merasa dijebak. Dia tengah mengalami writer’s block dan tidak berniat menulis. Sang agen menyarankannya untuk mencari inspirasi dari lingkungan sekitarnya.

Sembari menyeruput teh hangat manis, Rizal menengok ke luar jendela. Dia memperhatikan ke jalan di bawahnya. Terdapat sebuah warung kopi kecil yang ‘digelar’ di atas trotoar. Warung kopi itu hanya berupa gerobak tua dengan 3-4 kursi plastik mengitarinya. Warung itu dikelola oleh 2 orang, seorang BAPAK TUA (60) beruban dan seorang GADIS MUDA (25). Gadis muda ini menarik perhatian Rizal. 

Hujan perlahan turun. Rizal memperhatikan sang gadis disuruh oleh bapak tua untuk memasang penutup terpal sebagai atap warung kopi. Gadis nampak mengeluh. Rizal berusaha membaca gerakan bibirnya dan bergumam sendiri, menebak-nebak apa hubungan keduanya. Rizal mendapat ide. Dia menarik meja dan kursi hingga menempel ke jendela dan mulai menulis. Rizal berencana menjadikan gadis tersebut sebagai tokoh utama dalam kisahnya.

Setiap hari Rizal memperhatikan ke luar jendela dan menulis ditemani secangkir teh hangat (cue: montages). Dia memberi nama kepada gadis muda: MAWAR. Dalam kisahnya Mawar merupakan pegawai sebuah toko bunga yang bercita-cita besar. Rizal memperhatikan tiap interaksi Mawar dengan Bapak Tua dan pelanggan yang datang. Sebagian merupakan langganan tetap, sebagian hanya orang-orang yang sekedar lewat. Rizal membaca gerakan bibir semua orang, bergumam, dan mencoba menerjemahkannya menjadi dialog-dialog dan konflik-konflik untuk cerita bersambungnya. Rizal memperhatikan setiap perubahan ekspresi wajah Mawar; tersenyum, tertawa, kebingungan, kesal, jijik, dan sebangsanya. Rizal merasakan tumbuh ‘ikatan’ antara keduanya.

Dst.

LOGLINE:
Seorang penulis novel menaruh perhatian dan obsesi dengan gadis misterius yang dilihatnya setiap hari dari balik kaca jendela.

-----

Sumber Gambar:  Image by Ghinzo from Pixabay

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persidangan Meja Makan - Pengalaman Membuat Film Pendek

Dilema Pelukis Bernama “Kecerdasan Buatan”

PORTOFOLIO DESAIN GRAFIS