Mesiu dan Darah (Bagian 5)
Lee segera meraih senapannya
dan berlindung di balik pintu gerbong. Baku tembak tak terelakkan. Seiring
kereta yang terus bergerak menambah kecepatannya, Lee dan seluruh anggota pasukan
khusus saling bertukar tembakan peluru. 1 orang jatuh, 2 orang jatuh. Lee
berhasil menembaki 2 orang anggota pasukan yang berusaha memperingatkan masinis
untuk menghentikan kereta tersebut. Namun jumlah mereka yang banyak menjadi
kendala tersendiri bagi Lee. Cepat atau lambat, Lee akan terdesak. Dia harus
cepat memikirkan cara mengalahkan orang-orang ini.
“Lee!! Begitu aku lempar segera tembak!”, suara yang sangat dikenalnya berteriak dari belakang. Ascott telah kembali sehat dan berdiri memegang 2 proyektil Howitzer di tangannya. Dia bersiap melempar. Lee paham rencana yang ada di pikiran Ascott.
“Lee!! Begitu aku lempar segera tembak!”, suara yang sangat dikenalnya berteriak dari belakang. Ascott telah kembali sehat dan berdiri memegang 2 proyektil Howitzer di tangannya. Dia bersiap melempar. Lee paham rencana yang ada di pikiran Ascott.
“Baiklah.
Lempar!”
Kereta semakin jauh. Mata
Letnan Kim tertuju pada peti kayu yang berisi senapan khusus jarah jauh di
depannya.
“Tetap
tembaki mereka!”, Sang Letnan langsung berlari ke arah
peti kayu tersebut dan mengambil isinya.
Terdengar teriakan Lee yang
memerintahkan Ascott melempar proyektil dari dalam gerbong. Proyektil itu
terbang jauh ke arah anak buah Letnan Kim yang bersembunyi di belakang sisa
peti kayu berisi amunisi dan peledak. Terdengar suara tembakan. Granat tersebut
meledak di udara dan menimbulkan ledakan berantai akibat bahan peledak di dalam
peti kayu yang ikut bereaksi, menewaskan sebagian besar anak buah Letnan Kim.
Letnan Kim sendiri hampir terjatuh akibat angin ledakan itu. Untungnya dia
berhasil selamat. Segera dibidiknya Lee dan Ascott menggunakan senapan jarak
jauh.
“Rasakan
ini!”, teriaknya.
Suara tembakan senapan terdengar
keras, peluru terbang dengan cepat ke arah Lee dan Ascott, Letnan Kim merasa
telah menang. Sayang, sang Letnan terlalu senang hingga tidak menyadari lemparan
proyektil kedua yang tertuju ke arahnya. Seiring momen proyektil tersebut jatuh
mengenai tanah, Letnan Kim hanya memiliki waktu sepersekian detik untuk
menyadari bahwa dia telah berada di ambang kematiannya. Suara ledakan kedua
terdengar keras di seluruh platform stasiun, namun tidak di kereta yang kini
telah jauh meninggalkan stasiun. Ledakan tersebut telah menewaskan sang Letnan.
“Lee,
kita berhasil! Kita berhasil!”, Ascott meloncat
kegirangan. Mereka telah berhasil keluar dari medan perang dan kini menuju
perbatasan. Menuju kebebasan. Semua perjuangan mereka tidak sia-sia.
Ascott terus meloncat
kegirangan di atas gerbong. Dia menoleh ke arah Lee yang sedari tadi duduk diam
di pintu gerbong dan tidak ikut merayakan keberhasilan mereka. Betapa
terkejutnya Ascott ketika melihat darah perlahan mengalir dari baju prajurit
Lee. Ekspresi kegirangan Ascott mendadak berubah menjadi ketakutan. “Aaahhhhh.....!!!”, teriaknya histeris.
Ascott langsung berlari ke
arah Lee. Diraihnya badan Lee yang hampir kehilangan keseimbangannya. Sang
prajurit muda jatuh di atas pangkuan Ascott. Bajunya telah penuh berlumuran
darah. Rupanya peluru yang ditembakkan oleh Letnan Kim tadi tepat bersarang di
jantung Lee. Kini Lee kesulitan bernafas dan kehilangan banyak darah akibat
jantung yang telah hancur oleh peluru. Kesadarannya hampir memudar, tapi dia
tetap berusaha bangun karena semua ini belum berakhir. Mereka belum benar-benar
keluar dari negara ini.
Lee hanya memiliki sedikit
waktu di dunia ini, dia tahu itu. Dia harus cepat. Dilihatnya wajah Ascott yang
tepat berada di atasnya. Pandangan matanya kabur, namun dia yakin Ascott tengah
menangis. Ada suara terisak terdengar di telinganya dan Lee dapat merasakan
beberapa butir air jatuh mengenai wajahnya. Yah, gadis ini pasti sedang
menangis, pikir Lee.
“Hei...aku
kan sudah bilang....jangan mati...hiks! Kau....sudah janji! Hiks!”,
suara Ascott terdengar bergetar.
“Aku
belum mati.....bodoh....uhukk!”, Lee membuka mulutnya.
Tenggorokannya sakit, tapi dia tetap berusaha bicara. Ada yang harus segera
disampaikannya.
“Maaf....aku....uhhukk...tidak...uhukk...bisa....Argghh!!”,
Lee tidak dapat berbicara banyak. Dia ingin meminta maaf karena telah
mengingkari janji dengan Ascott tapi hal itu tidak memungkinkan. Lee harus
berbicara ke intinya.
“Ahh...Hahh...hahh...Hisap
darahku, Ascott.”, Nafas Lee sudah hampir habis. Darah
telah memenuhi tenggorokannya.
Ascott terkejut dengan
ucapan Lee. Apa maksud Lee? Kenapa dia menyuruh vampir berambut merah yang kini
duduk menangisi kondisinya yang sekarat untuk menghisap darahnya.
“Musuh....datang...uhhukkk!”,
ucap Lee terbata-bata.
Kereta perlahan berhenti.
Dugaan Lee ternyata benar. Setelah baku tembak yang terjadi di stasiun tadi,
tentunya sang masinis akan segera menyadari adanya keanehan terhadap
penumpangnya. Dia bakal menyadari bahwa Lee dan Ascott merupakan musuh dan
secara diam-diam menghentikan kereta di tempat sepi sambil menanti bala bantuan
tiba. Kemungkinan bala bantuan terdekat yang bakal datang adalah penjaga
gerbang tadi yang kini pasti telah menemukan mayat rekan-rekannya di platform
stasiun. Tidak mungkin bagi Lee dan Ascott untuk keluar dari situasi ini dengan
selamat. Satu-satunya cara yang terpikir oleh Lee dengan kondisinya saat ini
adalah membiarkan Ascott menghisap darahnya dan mengembalikan kekuatannya
sebagai vampir. Tentunya setelah kekuatannya kembali, Ascott dapat dengan mudah
menghabisi bala bantuan yang datang dan membajak kereta ini kemudian kabur ke
perbatasan. Sendirian. Hanya itu satu-satunya cara yang terpikir oleh Lee di
momen terakhirnya.
“Cepat!!
Arrghh!!”, teriak Lee. Waktunya semakin tipis.
Seakan telah tahu pasti
bahwa ajalnya sudah dekat, mendadak pandangan matanya menjadi jelas lagi.
Dilihatnya wajah Ascott. Wajahnya sangat berantakan, dia berusaha menahan
tangisan yang kini membasahi kedua matanya. Tanpa bicara lagi, hanya melihat
mata biru indahnya yang berkaca-kaca, Lee tahu pasti kalau Ascott telah
menyadari dan memahami rencananya. Ascott menggigit bibirnya hingga
mengeluarkan darah, berusaha menahan hasratnya untuk mulai menghisap habis
darah Lee.
Lee tersenyum. Dia tidak
menyalahkan Ascott, tapi dia ingin sang vampir yang telah membuatnya jatuh hati
itu tetap bertahan hidup. Di akhir hidupnya, setidaknya Lee telah berhasil
menyelamatkan satu nyawa ketimbang membunuh lebih banyak lagi. Dia merasa mungkin
inilah momen pengampunan terakhirnya.
Senyuman Lee menjadi gestur
bagi Ascott untuk membiarkan dirinya menghisap darah sang prajurit muda. Ascott
tahu telah tiba saat bagi keduanya untuk berpisah. Dia harus menyelasaikan ini
semua sehingga Lee bisa ‘pergi’ dengan tenang. Ascott berusaha merapikan posisi
keduanya agar lebih mudah untuk mengigit leher Lee. Sang prajurit masih
berbaring di atas pangkuan Ascott. Sang vampir mengusap wajah Lee untuk
terakhir kalinya. Dia tersenyum. Perlahan, Ascott mendekatkan wajahnya ke wajah
Lee.
“Maaf....”,
Bisik Lee.
Gigi taring Ascott mulai
menembus daging leher Lee. Setelah merasa posisinya telah pas, Ascott dengan
sangat perlahan mulai menghisap darah Lee. Kesadaran sang prajurit muda
perlahan menghilang, dia menutup matanya seiring hisapan Ascott yang semakin
menguat. Lee tahu Ascott akan selamat dari perang ini, dia yakin itu. Seketika,
Lee telah tiada.
“...............”
Beberapa menit berlalu.
Ascott masih menghisap darah dari mayat prajurit yang tak bernyawa itu. Setelah
yakin darahnya benar-benar habis, Ascott mengangkat wajahnya. Diletakkannya
kepala sang prajurit di pangkuannya. Wajah Ascott berlumuran darah, tapi kini
darah itu telah bercampur dengan air mata yang tak berhenti menetes dari
wajahnya.
“Ugghh...Uuurrggh..!!”,
Ascott ingin muntah. “Ada pecahan peluru
dalam darahmu, setidaknya kali ini bukan mesiu. Hehh.....Tidak enak.”
Terdengar suara mobil dan
teriakan-teriakan prajurit dari kejauhan. Bala bantuan telah tiba. Vampir
wanita itu tidak terlalu peduli. Mereka hanya serangga kecil yang tidak
berharga. Ascott Valerie Winstead menerawang jauh ke depan. Tatapan matanya
kosong. Entah apa yang ada di pikirannya kini. Perlahan, air mata darah keluar
dari kedua bola matanya.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar