Pesona Turkiye - Refleksi Perjalanan Melalui Lensa Geowisata
Geowisata mungkin istilah yang baru pertama kali didengar oleh sebagian orang. Menurut definisi wikipedia, yang dikutip dari modul Pusdiklat Geologi (2007), geowisata merupakan pariwisata minat khusus dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumian. Bisa diringkas geowisata atau geoturisme (geotourism) adalah wisata yang memadukan ilmu kebumian dan keindahan alam.
Saat pertama kali masuk di jurusan teknik geologi, geowisata menjadi topik yang beberapa kali disinggung oleh dosen dalam kegiatan perkuliahan. Namun, seperti halnya topik-topik yang belum dikenal luas, geowisata merupakan konsep yang terbilang baru dan tidak memiliki pondasi yang konkrit. Saya pernah menulis tentang potensi Sukomoro sebagai salah satu kawasan geowisata. Sayangnya pemanfaatan Sukomoro sendiri masih terbatas untuk industri/penggalian bahan baku material dan edukasi geologi bagi mahasiswa dan pelajar di Sumatera Selatan.
Dalam artikel kali ini, saya ingin mundur sejenak dan melihat ke belakang. Saya ingin melihat bagaimana Turkiye, negara di perbatasan antara Asia dan benua biru Eropa, menjadikan bentang alam yang beragam sebagai daya tarik utama wisata mereka. Saya ingin membahas objek wisata Turkiye dari kacamata geowisata; bagaimana mereka menekankan keindahan alam yang natural sebagai atraksi utama turis; bagaimana mereka menjaga peninggalan peradaban masa lalu yang berhubungan langsung dengan sejarah kebumian; bagaimana mereka bisa mengembangkan turisme lebih jauh dengan mengintegrasikan sejarah, bentang alam, dan geowisata ke dalam satu paket; dan lainnya.
Turkiye dari Mata Seorang Geologist Muda
Saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi Turkiye pada tahun 2012 sebagai bagian dari paket wisata Umroh ke Mekkah-Madinah. Kami tidak mengetahui sama sekali tentang Turkiye sebagai sebuah negara, apa saja objek wisata di sana, bagaimana kultur budayanya, dsb. Saat itu saya masih duduk di bangku SMA dan tengah mempersiapkan diri untuk mendaftar di Jurusan Teknik Geologi Universitas Sriwijaya yang baru dibuka. Hal pertama yang saya dengar tentang Teknik Geologi dari orang-orang adalah bahwa saya bakal banyak belajar tentang batuan. Jadi, ketika pertama kali mendarat di Bandara Turki pemikiran terkait batuan hingga objek geologi seperti gunung dan tebing tertanam di alam bawah sadar saya.
Bentang Alam Turkiye |
Salah satu aspek favorit dari wisata di Istanbul adalah selat Bosphorus yang menghubungkan laut Marmana dan laut Hitam yang terkenal. Secara geografis, selat Bosphorus memisahkan bagian tenggara dan selatan Turkiye yang terhubung ke Benua Asia dengan bagian barat laut dan utara Turkiye yang terhubung ke benua Eropa. Sebagai kota pesisir, Istanbul memiliki posisi unik menjadi pusat perdagangan dan wisata modern. Jalanan yang padat dan berliku, bangunan kuno dan modern yang saling tumpang tindih menghiasi setiap sudut kota, hingga elevasi dan morfologi khas pesisir menjadi ciri utama kota ini.
Tantangan yang bakal dihadapi Istanbul di masa mendatang adalah bagaimana mereka menjaga keberlangsungan kota seiring meningkatnya kepadatan penduduk. Selain itu, mencegah potensi bahaya/ bencana alam semacam banjir hingga perubahan iklim drastis yang kerap mengintai kota-kota pesisir.
Beranjak meninggalkan Istanbul, kami diajak menuju Ephesus dan Canakalle. Ephesus merupakan reruntuhan kota peradaban kuno yang kini hanya menyisakan bangunan dan arsitektur klasik. Terletak di lereng perbukitan, kota ini telah ada dan berkembang sejak zaman Yunani Kuno hingga awal Kristiani. Terdapat bangunan-bangunan kuil, perpustakaan, hingga arena pertunjukan berbentuk setengah lingkaran yang dikenal sebagai ampitheater dan dapat menampung hingga 24.000 orang. Kini, Ephesus hanya meninggalkan jejak-jejak peradaban berupa sisa pilar, patung, keramik, dll. Erosi dan sedimentasi selama ratusan hingga ribuan tahun telah mengikis dan mengubah sebagian besar bangunan yang terbuat dari batuan marbel, mengubur sejumlah artifak berharga, hingga mengubah kenampakan bentang alam dan morfologi daerah sekitarnya.
Reruntuhan Peninggalan Yunani Kuno di Ephesus |
Meski kisah perang Troya dianggap sebagai dongeng atau mitos, namun jejak peradabannya dapat ditemukan di sekitar Canakalle, Turkiye. Lokasi ini menjadi salah satu titik favorit turis yang ingin mempelajari peradaban kuno. Arkeolog menggali dataran dan perbukitan sedimen yang dipercaya sebagai lokasi awal kota Troya. Hasilnya mereka menemukan berbagai artifak dan peninggalan peradaban kuno, termasuk yang berasal dari era Yunani Kuno.
Dari sudut pandang geologist muda, kedua lokasi di atas memberi gambaran bagaimana sejarah peradaban manusia dan sejarah geologi dapat saling bersinggungan dan mungkin terkait satu sama lain. Turkiye dulunya termasuk dalam geografi wilayah kekuasaan Yunani dan Romawi Kuno. Ini menyebabkan peneliti dan akademisi yang tertarik dengan . Arkeolog menggali dan menganalisis berbagai peninggalan purba yang terpendam di bawah permukaan atau tererosi dan menjadi bagian morfologi daerah tersebut. Sementara geologist dapat memberi penjelasan terkait proses erosi, perubahan struktur dan geomorfologi, hingga menelusuri umur dan proses pembentukan bentang alam di situs sejarah itu. Geologist juga dapat membantu arkeolog menjelaskan fenomena alam yang terjadi, seperti lokasi kota Troya yang selama ini dipercaya berada sangat dekat dengan kawasan pesisir atau tingkat pelapukan yang berlangsung pada pilar dan dinding bangunan kuno yang tersusun oleh batuan.
Baik Ephesus dan Canakalle menjadi objek wisata berkat keberadaan peradaban kuno dan campur tangan manusia terhadap bentang alam daerah di sekitarnya pada masa lalu (antropogenik). Prinsip geowisata dapat diterapkan pada lokasi-lokasi ini melalui integrasi penjabaran dan edukasi sejarah geologi, kenapa banyak artifak dan struktur bangunan yang lapuk atau tererosi, bagaimana membangun fasilitas atau infrastruktur wisata yang terpadu dengan bentang alam, dll.
Pesona Kastil Kapas hingga Variasi Bentang Alam
Setelah fokus menjelajahi situs peradaban kuno, selanjutnya saya dan keluarga adalah mengunjungi Hierapolis yang terletak di wilayah Pamukkale. Pamukkale, yang diartikan sebagai Benteng/Kastil Kapas, merupakan salah satu wisata alam terkenal di Turkiye. Sesuai namanya, Pamukkale memiliki kenampakan morfologi unik berupa Sebaran batugamping (limestone) putih yang dikenal sebagai Travertine. Deposit atau endapan batugamping ini diperkirakan berasal dari aliran mata air panas yang kaya mineral karbonat, khususnya kalsium karbonat yang menghasilkan kenampakan warna putih menyerupai ladang kapas bila dilihat dari kejauhan. Aliran mata air ini terbentuk sepanjang wilayah perbukitan dan membentuk lapisan bertingkat menyerupai teras sepanjang 24-30 meter.
Keindahan teras batuan karbonat dan aliran mata air yang menuruni lereng perbukitan membentuk kolam-kolam kecil berwarna biru terang tentunya menarik minat wisatawan. Banyak yang mencoba berendam atau bermain dan menelusuri formasi karbonatan ini. Sebagian percaya bahwa objek wisata alam ini dapat memberi manfaat bagi kesehatan, terutama kesehatan kulit. Tak jauh dari lokasi ini juga terdapat pemandian, kolam renang hingga sumber mata air panas lainnya yang ramai dikunjungi turis lokal dan mancanegara.
"Kastil Kapas" Pamukkale |
Wisatawan dapat melihat jejak progresi dan kemajuan yang pernah dicapai kota ini, khususnya dari segi arsitektur dan teknologi. Jalanan berbatu, gerbang, kuil, teater, jalur irigasi, pemandian, dan sebangsanya menghiasi tiap sudut kota. Sedikit berbeda dengan Ephesus atau Troya, reruntuhan di Hierapolis terlihat lebih luas dan megah. Selain itu, kondisi beberapa reruntuhan terlihat lebih terjaga dibandingkan dua lokasi sebelumnya. Bisa diindikasikan dampak erosi dan pelapukan mungkin tidak separah seperti yang terjadi di Ephesus. Catatan menarik terkait geologi Hierapolis adalah indikasi terjadinya gempa akibat patahan (fault) yang mendorong pembangunan kuil-kuil dewa di kota ini.
Beranjak dari Pamukkale, kami diajak mengunjungi Cappadocia. Cappadocia terkenal dengan wisata balon udara serta rangkaian gua dan terowongan bawah tanah yang pernah menjadi pemukiman warga lokal. Bentang alam Cappadocia umumnya berupa dataran tinggi, lembah/savanna, dan formasi perbukitan dan gunung vulkanik yang tererosi oleh angin hingga menyisakan struktur geologi menyerupai cerobong yang saling berselang-seling atau dikenal sebagai Hoodoo.
Pada masa-masa awal kekaisaran Romawi dan Byzantium, banyak warga yang tinggal di rumah yang dibangun sepanjang lereng perbukitan serta gua alami dan terowongan bawah tanah yang menghubungkan pemukiman lainnya. Masyarakat di masa itu memahat tebing dan struktur Hoodoo untuk dijadikan sebagai tempat tinggal hingga gereja. Sekarang gua dan rumah-rumah tersebut telah menjelma menjadi situs sejarah dan aktraksi utama turis di Cappadocia. Selain rumah dari gua, Cappadocia juga terkenal dengan tur balon udara. Wisatawan dapat menikmati pemandangan alam dan struktur geologi Cappadocia yang unik dari ketinggian. Biasanya turis akan diajak terbang pada pagi hari ini agar dapat menikmati matahari terbit dan kumpulan balon udara yang ikut terbang menghiasi langit Cappadocia.
Parodi Perjalanan Saya Dalam Komik Tio & Gia |
Turkiye sendiri sudah memanfaatkan sejumlah aspek geowisata pada lokasi-lokasi pariwisata populernya. Pemerintah lokal dan warga bekerjasama menghidupkan objek wisata alam dengan mendirikan fasilitas penunjang seperti akses jalan, transportasi dan museum. Akan lebih baik bila di lokasi-lokasi tersebut juga terdapat panduan atau bentuk edukasi geologi semacam poster dan papan pengumuman hingga pemandu yang menjelaskan sejarah geologi atau proses pembentukan daerah tersebut ditinjau dari ilmu kebumian. Selain berfoto dan menikmati pemandangan, wisatawan akan dapat mengapresiasi keunikan situs dan objek wisata seperti Hoodoo Cappadocia dan mata air panas Pamukkale. Selain itu, pemahaman terkait geologi suatu daerah wisata dapat membantu menjelaskan dan memberi ketenangan turis dan warga lokal terhadap bencana alam, seperti gempa yang terjadi baru-baru ini di Turkiye.
Pengaruh Bencana Geologi Gempa Terhadap Geowisata
Seperti yang telah disinggung di atas, pada tanggal 6 Februari 2023 terjadi gempa 7.8 skala richter yang mengguncang daerah selatan Turkiye dan daerah barat Suriah. Gempa ini diikuti rangkaian gempa susulan yang menghancurkan sebagian besar rumah dan infrastruktur di daerah tersebut. Gempa ini juga merengut nyawa lebih dari 55.000 orang di Turkiye dan Suriah serta mengakibatkan lebih dari 130.000 orang terluka dan kehilangan tempat tinggal.
Turkiye terletak di pertemuan antara tiga lempeng bear, yaitu lempeng Anatolia, lempeng Eurasia dan lempeng Arab. Ketiga lempeng ini berkontribusi membentuk bentang alam dan morfologi Turkiye yang kita kenal sekarang. Namun, hal ini juga berpotensi mengakibatkan terjadinya bencana di Turkiye, khususnya terkait gempa bumi. Perlu diingat bahwa ini bukan kali pertama gempa terjadi di Turkiye. Oleh karenanya penting bagi warga dan pemerintah Turkiye untuk memahami geologi tempat mereka berada. Dengan pemahaman geologi akan dapat meminimalisir potensi bencana dan mengantisipasi kerusakan dan korban yang mungkin bisa terjadi.
Gempa 6 Februari 2023 juga memunculkan kekhawatiran diantara calon wisatawan yang ingin mengunjungi Turkiye. Dengan adanya pemahaman geologi akan membantu meyakinkan calon wisatawan terkait keamanan dan keselamatan serta potensi bahaya yang mungkin bakal mereka hadapi di Turkiye. Selain itu, bila diimplementasikan dengan baik maka seharusnya geowisata akan membantu menyatukan geologist, masyarakat, pemangku kepentingan, hingga ahli-ahli terkait dalam menghadapi potensi bahaya hingga membangun infrastruktur yang aman dari bencana seperti gempa, banjir, atau tsunami.
Akhir kata, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari ilmu kebumian/geologi dan implementasinya sebagai geowisata. Geowisata juga bakal menguntungkan banyak orang, tidak terbatas pada geologist atau akademisi saja.
Komentar
Posting Komentar