Informasi Resi - Bagian 1
Suara krasak-krusuk terdengar dari balik pagar sebuah kost-kostan putri. Di balik pagar terdapat tempat pembuangan sampah bagi gadis-gadis penghuni kost. Tapi bukan anjing atau kucing yang tengah mengobrak-abrik tempat sampah di pagi buta ini, melainkan seorang pemulung. Penampilannya cukup memprihatinkan. Kulitnya hitam gelap akibat terlalu lama berjemur di bawah matahari. Pakaiannya compang-camping dan kotor, hanya mengenakan kaos bekas partai dan celana pendek yang dipotong dari jeans tua dipadukan dengan topi butut yang karetnya sudah hampir lepas. Namun, yang mengejutkan adalah usia pemulung itu masih sangat muda.
Fajar itulah namanya. Usianya mungkin masih belasan tahun. Dia putus sekolah sudah cukup lama. Setidaknya dia mampu belajar baca, tulis, dan berhitung. Sehari-hari dia membantu orangtuanya yang juga bekerja sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan berjualan seadanya. Fajar membantu ayah dan beberapa kenalannya untuk mengumpulkan sampah di sebuah kawasan kelurahan yang terletak di pinggiran kota. Fajar dkk direkrut langsung oleh pejabat kelurahan untuk menjadi jasa kebersihan di kawasannya. Ketimbang kelurahan, area tersebut lebih mirip perumahan elit yang terdiri dari berbagai rumah bertingkat dan ruko-ruko dengan jalan yang dibangun dari deretan batako untuk menyerap air ketimbang aspal biasa. Kelurahan itu terletak persis di sebelah Universitas Ternama. Rumah-rumah bertingkat yang tersebar sepanjang jalan merupakan rumah kontrakan atau kost-kostan dengan beragam tingkatan harga. Ruko-rukonya juga beragam, mulai dari jasa laundry, fotokopian, warung makan, gym, hingga salon dan kafe. Karenanya, meski terletak di pinggiran kota namun kawasan tersebut sangat ramai dihiasi pendatang dan mahasiswa dari berbagai daerah.
Pertama kali menginjakkan kaki di sana, Fajar cukup iri dengan mahasiswa-mahasiswi yang tiap hari berangkat ke kampus untuk belajar atau berkumpul dengan kolega mereka di kafe dan sebangsanya. Tapi kini semua sudah menjelma menjadi rutinitas belaka. Tiap hari dia bangun sebelum adzan subuh berkumandang dan bergegas menaiki dump truck mini bersama 3-4 rekannya untuk mengumpulkan sampah. Sesampainya di kelurahan itu matahari sudah hampir terbit. Namun kawasan itu masih sepi. Banyak yang belum bangun. Mungkin sebagian dari mereka sibuk bergadang di malam sebelumnya untuk menyelesaikan tugas kuliah yang menumpuk dan baru tidur sekitar jam 2 atau 3 pagi. Yang terlihat hanya beberapa bapak-ibu sibuk jogging atau senam pagi.
Sekali lagi, semuanya menjelma menjadi rutinitas belaka. Fajar dan rekan-rekannya memiliki rute masing-masing dalam mengumpulkan sampah setiap paginya. Biasanya mereka bakal membagi pekerjaan per blok atau hingga batasan jalan tertentu. Mereka bekerja efisien. Fajar tiap harinya kebagian beberapa blok yang dominan diisi oleh kost-kostan putri. Entah apa yang menyebabkan Fajar diserahi tanggung jawab di blok-blok tersebut. Barangkali karena dia yang paling muda diantara para pemulung sehingga tidak akan canggung berurusan dengan penghuni dan penjaga kost yang membuang sampah di pagi hari. Para pemulung itu semuanya pria. Terkadang ada pemulung wanita yang turut membantu mereka. Namun biasanya Fajar yang selalu mengumpulkan sampah di blok-blok itu.
Sepanjang rutinitasnya sebagai pemulung, Fajar secara alamiah mengembangkan hobi “unik”. Dia kerap membuat deduksi dan spekulasi sederhana terkait tingkah dan kepribadian seseorang berdasarkan jenis sampah yang mereka buang. Orang lain mungkin akan menganggapnya menjijikkan atau biadab, sehingga Fajar hanya memendam hobinya ini dan tidak menceritakannya kepada siapapun. Tapi ini merupakan “hak istimewa”-nya. Dia dapat menggali sampah seseorang dan berimajinasi bagaimana keseharian mereka, apa saja makanan favorit mereka, bagaimana mereka mengerjakan laporan praktikum, berapa uang yang mereka habiskan per bulan, dan lain-lain.
Karena banyak yang membuang sampah mereka di pagi hari, Fajar sering berpapasan dengan orang-orang tersebut sebelum mereka berangkat kuliah atau kerja. Dia lalu mencocokkan imajinasinya dengan penampilan dan aspek yang terlihat dari individu yang dimaksud di hari itu. Awalnya dia seringkali salah membuat deduksi, namun perlahan dia semakin “jago”. Dengan lirikan sederhana dan ingatannya yang encer dia mulai membangun profil dan narasi tentang tiap penghuni kost yang dijumpainya tiap hari di kepalanya.
Namun belakangan profil-profil di kepala Fajar berkembang semakin kompleks. Salah satu kemudahan era modern adalah semakin banyaknya orang yang berbelanja online atau menggunakan jasa pesan antar makanan via smartphone. Mayoritas mahasiswa dan penghuni kost mengandalkan inovasi ini setiap harinya. Dari transaksi-transaksi tersebut maka menumpuk resi belanja, resi pengiriman paket dan sebangsanya. Mahasiswa-mahasiswi biasanya membuang begitu saja resi-resi ini bersama sampah lainnya. Hal ini yang lantas dimanfaatkan oleh Fajar.
Berbekal informasi yang tertera di kertas-kertas ini Fajar dapat menyusun profil yang solid terkait nama lengkap, alamat, nomor HP, hingga riwayat belanja seseorang. Bila dulu informasi-informasi sensitif ini sulit diperoleh, maka sekarang orang asing seperti Fajar dapat memperoleh info pribadi seseorang dengan mudah hanya bermodalkan sampah. Kemajuan teknologi sungguh mengerikan.
Dari sekian banyak kost yang dilalui oleh Fajar dkk tiap harinya. Ada beberapa yang terus membekas di pikirannya. Kost tiga lantai berwarna hijau dengan pagar yang tinggi berkerangkeng dan ibu kost yang sangat judes terhadap para pemulung, kost dua lantai yang memiliki deretan mobil terparkir di sepanjang halaman yang luas, serta kost mungil milik seorang seniman ternama. Di tempat terakhir ini tiap harinya pikiran Fajar terfokus pada satu individu, seorang mahasiswi cantik bernama Angela. Terkadang Fajar dapat melihat sosoknya yang berangkat ke kampus mengendarai sepeda motor pagi-pagi sekali. Beberapa kali pandangan mata keduanya bertemu, namun Angela cenderung acuh dan Fajar selalu memalingkan mukanya untuk menyembunyikan malu. Gadis itu sangat cantik bak model. Tingginya mencapai 175 cm dengan rambut hitam panjang terurai hingga pinggang. Pakaiannya modis dengan berbagai perpaduan blazer dan celana panjang yang serasi. Beberapa mungkin bakal salah menduganya sebagai seorang eksekutif perusahaan atau artis.
Dari “pemantauan” Fajar terhadap sampah di kost itu, dia yakin kalau Angela berasal dari keluarga terpandang dan mungkin cukup kaya. Dia termasuk yang sering berbelanja online dan barang yang dibelinya biasanya tergolong mahal. Gadis ini cukup konsisten membeli berbagai barang perawatan diri khususnya untuk rambut dan kulit setiap 2 bulan sekali. Dia memiliki beberapa brand favorit. Parfum yang dikenakannya berasal dari luar negeri. Agendanya di luar kuliah adalah menonton film, pergi ke kafe, atau berenang di hotel yang tergolong besar di kawasan tersebut. Kemungkinan besar dia vegetarian atau setidaknya mengikuti tren anak muda yang sadar gizi. Dia berkuliah di jurusan desain interior dan tergolong pandai menggambar prespektif ruangan. Dia rutin menggunting kuku pada hari kamis. Salon langganannya memiliki promo dan khusus member yang telah digunakannya beberapa kali. Dia hobi membuat kejutan atau membeli kue untuk teman-temannya yang tengah berulang tahun. Dia memiliki rekening di tiga bank, dua berupa rekening debit sedangkan satu kredit. Meski selalu membayar menggunakan kartu kredit, tiap awal bulan dia selalu menyisihkan waktu selesai kuliah untuk menarik uang kas di ATM yang sama dekat kampus. Dia memiliki beberapa koleksi album Boyband K-pop favorit. Dia bahkan membeli lini produk snack yang berkolaborasi dengan boyband tersebut dan menghadiri konser mereka di stadium tahun ini. Siklus menstruasinya jatuh pada pertengahan bulan. Tiap menstruasi dia selalu membeli obat pereda sakit yang sama. Pengeluarannya dapat ditaksir antara dua setengah hingga empat juta per bulan.
Semua informasi ini didapat dari resi belanja, tiket bioskop, botol, kertas bekas dan sebangsanya. Namun yang terpenting Fajar juga memiliki nomor HP Angela dari salah satu bungkus paket belanja online. Membangun profil yang mendetail membuat Fajar merasa sangat dekat dengan Angela. Dia memuja dan bahkan terobsesi dengan gadis ini. Bahkan obsesinya ini perlahan semakin berbahaya. Ketimbang membuang sampah-sampah tersebut, Fajar menyembunyikan resi-resi Angela, termasuk nomor HP-nya, dan menyimpannya dalam sebuah boks alumunium bekas kue lebaran yang ditaruhnya di kamar. Ini merupakan rahasianya dan Fajar berencana untuk terus “memantau” pujaan hatinya ini dari kejauhan.
Komentar
Posting Komentar