Labirin Tak Berujung - Bagian 1

Dering alarm terdengar semakin kencang. Iwan terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Masih setengah sadar, dia meraih HP yang terletak persis di sebelah kepalanya dan reflek mematikan alarm itu. Kelopak matanya berat. Dia mendekatkan layar HP ke wajahnya dan dengan pandangan mata yang masih kabur dan mencoba membaca waktu di HP. Jam 9 pagi.

Iwan langsung bangun. Dia kembali melihat HP-nya. Ya. Jam 9 pagi. Dia kesiangan. Atau itulah pikirnya. Iwan terbangun di pos siskamling. Dia melihat sekitar, tidak ada siapa-siapa. Pagi itu masih berawan dan lampu-lampu rumah masih menyala sepanjang jalan. Iwan berada di pos siskamling komplek perumahaan. Tapi, dia tidak mengenali perumahan apa atau kenapa dia bisa tertidur di pos siskamling. Iwan bertanya-tanya bagaimana dirinya bisa berakhir di tempat ini. Dia tidak begitu mengingat apa yang terjadi semalam. Yang masih diingatnya adalah hingga tengah malam dia terus bolak-balik mengantar penumpang. Pekerjaannya sebagai supir ojek online memiliki tuntutan yang cukup berat; mulai dari persyaratan transportasi motor pribadi, bensin, perangkat smartphone, hingga beban kuota order yang harus dicapai per harinya. Tapi semua dijalaninya tanpa kenal lelah.

Nampaknya semua order mengantar penumpang semalam membuat tubuhnya sampai pada batasannya. Kemungkinan dalam perjalanan pulang Iwan mengantuk dan memutuskan beristirahat di pos siskamling. Setidaknya itu penjelasan yang logis, meski Iwan sendiri tak bisa mengingat apa saja yang dilakukannya semalam. Iwan mencium jaketnya. Bau keringat dan bahan plastik bercampur menjadi satu. Dia harus segera pulang dan mandi. Iwan menyalakan motornya dan bergegas pergi.

2 menit berlalu. Jalanan perumahan itu cukup lapang namun kosong.

5 menit berlalu. Iwan tidak melihat tanda-tanda portal atau gerbang padahal dia terus berkendara lurus. Seolah perumahan itu tak berujung sama sekali.

10 menit berlalu. Iwan memakirkan motornya di pinggir jalan. Dia mengeluarkan HP dan bergegas membuka aplikasi panduan peta. Error. Data tidak ditemukan.

Iwan mengecek status bar di layar HP-nya. Tidak ada sinyal. Dia mulai panik. Iwan mengangkat HP-nya setinggi mungkn, berharap ada sinyal yang masuk. Tidak berhasil. Dia mencoba menelpon seseorang. Pikiran pertamanya tertuju pada istri yang baru dinikahinya beberapa bulan lalu. Tidak bisa. Iwan mencoba berulang kali menghubungi berbagai nomor yang tersimpan di HP-nya; kantor, rekan, hingga kerabat jauhnya, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya Iwan memutuskan menggedor pintu salah satu rumah untuk meminta pertolongan.

Ada keganjalan yang sedari tadi terus dirasakan Iwan. Dia tidak melihat batang hidung manusia sama sekali. Lampu teras pada rumah-rumah di pinggir jalan yang dilaluinya masih terus menyala. Gorden jendela seluruhnya tertutup. Dia tidak mendengar suara apapun selain bunyi mesin motornya. Rumah-rumah itu seolah kosong tak berpenghuni. Iwan memberanikan diri mengetuk pintu rumah bertingkat di hadapannya. Tidak ada respon. Iwan mengetuk lagi. Hening. Iwan mencoba memanggil orang di dalam rumah. Tidak ada yang menyahut. Iwan tidak lantas patah arang. Dia mencoba mengetuk pintu rumah di sebelahnya. Sama saja. Dia beralih ke rumah lainnya.

Lalu rumah lainnya.

Lalu rumah lainnya.

Lalu rumah lainnya.

Lalu rumah lainnya.

Lalu rumah lainnya.

Perumahan itu kosong.

Bulu kuduknya merinding. Iwan melihat ke segala penjuru. Udara di sekitarnya perlahan berubah. Perumahan yang awalnya terkesan biasa saja tersebut mulai terasa menyesakkan. Ada kesan mengerikan yang mulai merayap dalam benaknya. Iwan berteriak kencang, berharap ada yang mungkin mendengarnya. Suaranya bergema jauh. Lalu hening. Iwan langsung loncat ke atas motornya dan memacu kendaraan tersebut secepat mungkin.

Dia terus mencari jalan keluar dari perumahan tersebut. Jalan perumahan tersebut seragam. Rumah-rumahnya pun hampir seragam. Rumah bertingkat dua dan tiga dengan dinding putih dan jendela-jendela berukuran besar khas perumahan elit. Dia berbelok ke kanan, ke kiri, lurus, semuanya sama saja. Iwan tetap tak menemukan gerbang keluar. Dia seolah terjebak dalam labirin luas dan tak berujung.

Iwan berhenti sejenak. Dia mengecek HP-nya. 90 menit telah berlalu. Dia telah berputar-putar tanpa arah selama satu setengah jam. Langit berawan yang terus menggantung di atas kepalanya membuatnya tidak nyaman. Dia tidak dapat melihat sinar matahari sama sekali. Dia tidak yakin apakah benar 1-2 jam telah berlalu atau malah lebih. Situasi ini perlahan mulai mengacaukan pikirannya. Tanpa disadarinya jam tubuhnya mulai tak bisa diandalkan. Dia juga tidak tahu arah mata angin tanpa bantuan matahari.

Seharusnya seseorang mulai sadar bila dirinya telah menghilang tanpa kabar semalaman. Istrinya pasti khawatir dan mulai mencari keberadaanya. Kantornya mungkin bertanya-tanya kemana perginya. Tapi HP di genggamannya masih tidak memiliki sinyal sama sekali. Dia telah berulang kali mencoba menghubungi “dunia luar” namun tidak berhasil. Dia mengecek aplikasi peta namun GPS pun tidak bisa diandalkan, yang muncul di layarnya hanya pesan error.

Iwan menarik nafas panjang. Panik tidak akan membantunya sama sekali. Dia mulai memikirkan situasnya kini. Selama berputar-putar mencari jalan keluar dia memperhatikan rumah-rumah yang dilaluinya nampak kosong. Tidak ada tanda-tanda orang sama sekali. Sunyi senyap. Jalan-jalannya juga sangat bersih. Tidak ada penanda jalan, baliho, pohon, atau sampah berserakan. Seolah-olah semuanya masih baru. Yang mencurigakan adalah lampu-lampu yang terus menyala sepanjang hari. Tagihan listrik daerah ini pasti sangat besar bila lampu jalan dan rumah terus menyala selama 24 jam. Sangat tidak masuk akal. Melihat ke kanan dan kiri semuanya sama saja. Deretan rumah yang seragam, jalan yang bersih tanpa bercak, perempatan yang selalu sama persis. Sungguh di luar nalar.

Seolah dirinya berada dalam labirin.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persidangan Meja Makan - Pengalaman Membuat Film Pendek

Dilema Pelukis Bernama “Kecerdasan Buatan”

PORTOFOLIO DESAIN GRAFIS